oleh : Muhammad Shulfi Alaydrus
Ada yang bertanya kepada alfaqir:
bolehkah ulama atau guru meminta bayaran?
Ini jawaban dari alfaqir:
saudaraku yang kumuliakan,
Boleh boleh saja mengambil bayaran dari mengajar agama, hal ini tidak
disebut menjual agama, karena yang disebut menjual agama adalah menukar
kebenaran dengan kebatilan dengan iming-iming bayaran dari pihak
tertentu.
Dalam hukum syariah tidak ada larangan bagi guru
pengajar untuk menerima hadiah atau menetapkan bayaran, hal itu boleh-boleh saja berlandaskan Nash hadits Rasul saw :
"Sungguh yang paling
berhak dibalas dengan bayaran adalah Kitabullah" (Shahih Bukhari hadits
no.5405).
hadits ini menunjukkan bahwa Rasul saw sangat memuliakan Ilmu
syariah, maka sebagaimana orang- orang membalas jasa seseorang dengan
bayaran, misalnya pegawai, penulis, penerima tamu, maka Rasulullah saw
menjelaskan dari semua jasa, maka yang paling berhak untuk diberi
balasan adalah para pengajar agama.
Rasul saw bersabda : "Yang paling berhak untuk diambil upahnya adalah dari Kitabullah" (Shahih Bukhari Juz 2 hal 795).
Berkata Assyu'biy menanggapi hadits ini : "tidak disyaratkan pada
seorang pengajar apa-apa selain menerima apa-apa yang diberikan padanya
bila diber."(Shahih Bukhari Juz 2 hal 795). Maka jelaslah bahwa menerima
bayaran atas pengajarannya itu dibenarkan oleh Rasulullah saw dan diakui
oleh syariah, bahkan Rasulullah saw dengan tegas menjelaskan bahwa dari apa-apa yang diambil upahnya berupa jasa, maka pengajar agama lah yang
paling berhak untuk dberi upah.
Dan Rasulullah saw bersabda :
"Sebaik-baik manusia dan sebaik-baik yang melangkah dimuka bumi adalah
para Guru (guru agama), karena mereka itu bila agama ini rusak mereka
memperbaikinya, maka berilah mereka dan jangan kalian sewa mereka,
sungguh seorang guru bila mengajari seorang anak mengucapkan
Bismillahirrahmanirrahim hingga anak itu bisa mengucapkannya maka Allah
tuliskan bagi anak itu pengampunan, bagi guru itu pengampunan, dan bagi
kedua ayah ibunya pengampunan" (HR Tirmidzi)
Diriwayatkan pula
ketika suatu ketika seorang Ahli makrifah memberi uang 1000 dinar pada
guru yang mengajari anaknya, maka guru itu berkata : "ini terlalu
banyak!", maka orang itu berkata : "harta sebanyak apapun kuberikan
padamu tak bisa menyaingi jasamu mengajari anakku ilmu Allah."
Nah.. pembahasan diatas adalah secara hukum syariah, namun dikembalikan
antara dia dengan Allah maka tergantung niatnya, bila niatnya adalah
untuk memperkaya diri maka ia tak dapat apa-apa di akhirat kelak, rugi
dengan 1000 kerugian karena telah menjual ilmunya didunia dengan
keduniawian dan harta, di akhirat ia pailit dan bangkrut.
Imam Ghazali
rahimahullah menjelaskan mengenai hal ini dalam kitabnya Bidayatul
hidayah, bahwa orang yang mempelajari ilmu hanya karena ingin
keduniawian, ingin punya banyak pengikut, ingin kaya raya dengan
memanfaatkan ilmunya, menjualnya dengan menghalallkan segala cara dengan
dalil-dalil yang disambung potong, yang penting bisa menghasilkan uang
dan kekayaan, maka orang seperti ini akan wafat dalam su'ul khatimah,
seburuk buruknya keadaan, inilah yang dikatakan oleh Rasul saw : "aku
daripada dajjal lebih takut lagi pada fitnah Ulama Su' (ulama jahat),
yaitu mereka yang mencari cara agar mendapatkan keduniawian dengan cara
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, dengan dalil-dalil
sambung potong agar orang awam percaya dan mengikutinya.
Mengenai
kaya atau miskin kita tak bisa menilai dan menuduh sebelum kita
memastikan bahwa hal itu ia dapatkan dari menjual agamanya, bisa saja
Allah luaskan rizkinya dengan Allah jadikan murid-muridnya kaya raya dan
selalu mendukungnya, atau keluarganya mendukungnya, atau teman-temannya
ada yang maju dalam usaha dan membantunya untuk termudahkan dalam
dakwahnya, ini semua bisa saja terjadi dengan kehendak dan anugerah
Allah swt.
Rasulullah Saw. bersabda: “Jikalau dunia diletakkan
di tangan kananku dan matahari di tangan kiriku, niscaya ilmu ulama
tidak akan cukup terbalas dengannya. Karena satu huruf dari ilmunya
ulama dapat menyelamatkan manusia dari api neraka.”
Alhasil,
jangan sekali-kali membandingkan ilmu ulama dengan nilai duniawi yang
sangat sedikit ini, walau kita berikan dunia seisinya kepada para ulama
niscaya hal tersebut belum mencukupi untuk membalas jasa para ulama.
(Sulthonul Qulub Al Habib Munzir bin Fuad Al Musawa)
Wallau a'lam.