AKIBAT BELAJAR TANPA GURU (kisah nyata)
Imam Abu Hayyan al-Andalusi; salah seorang Imam ahli Tafsir, penulis Tafsir al-Bahr al-Muhith,
dalam untaian bait-bait syair-nya menuliskan sebagai berikut:
ُّﻦُﻈَﻳ ُﺮْﻤُﻐﻟﺍ ّﻥﺃ َﺐْﺘُﻜﻟﺍ ْﻱِﺪْﻬَﺗ # ﺎَﺧﺃ ٍﻞْﻬَﺟ
ِﻡْﻮُﻠُﻌﻟﺍ ِﻙﺍَﺭْﺩﻹ
ﺎَﻣﻭ ﻱِﺭْﺪَﻳ ُﻝْﻮُﻬَﺠْﻟﺍ ّﻥﺄﺑ ﺎَﻬْﻴﻓ # َﺾِﻣﺍَﻮَﻏ
ِﻢْﻴِﻬَﻔْﻟﺍ َﻞْﻘَﻋ ْﺕَﺮَّﻴَﺣ
ﺍَﺫﺇ َﺖْﻣُﺭ َﻡْﻮُﻠُﻌْﻟﺍ ِﺮْﻴَﻐِﺑ ٍﺦْﻴَﺷ # َﺖْﻠَﻠَﺿ ِﻦَﻋ
ِﻢْﻴِﻘَﺘْﺴُﻤْﻟﺍ ِﻁﺍَﺮّﺼﻟﺍ
ُﻪِﺒَﺘْﺸَﺗَﻭ ُﺭْﻮُﻣﻷﺍ َﻚﻴﻠَﻋ ﻰّﺘَﺣ # َﺮْﻴِﺼَﺗ ّﻞَﺿﺃ
ِﻢْﻴِﻜَﺤْﻟﺍ ﺎَﻣْﻮُﺗ ْﻦِﻣ
"Orang lalai mengira bahwa kitab-kitab dapat memberikan petunjuk kepada orang bodoh untuk
meraih ilmu…”
"Padahal orang bodoh tidak tahu bahwa dalam kitab-kitab tersebut ada banyak pemahaman-pemahaman sulit yang telah membingungkan orang yang pintar... ”.
"Jika engkau menginginkan (meraih) ilmu dengan tanpa guru maka engkau akan sesat dari jalan
yang lurus...”.
"Segala perkara akan menjadi rancu atas dirimu, hingga engkau bisa jadi lebih sesat dari orang yang
bernama Tuma al-Hakim”[6].
Tuma al-Hakim adalah seorang yang tidak memiliki guru dalam memahami hadits. Suatu hari
ia mendapati hadits shahih, redaksi asli hadits tersebut adalah:
“al-Habbah as-Sawda’ Syifa’ Likulli Da’”.
Namun Tuma al-Hakim mendapati huruf ba’pada kata al-habbah dengan dua titik; menjadi ya’,
karena kemungkinan salah cetak atau lainnya, maka ia membacanya menjadi al-Hayyah as-
Sawda’. Tentu maknanya berubah total, semula makna yang benar adalah “Habbah Sawda’ (jintan
hitam) adalah obat dari segala penyakit”, berubah drastis menjadi “Ular hitam adalah obat bagi segala
penyakit”. Akhirnya, Tuma al-Hakim mati karena “kebodohannya”, mati terkena bisa ular ganas
yang ia anggapnya sebagai obat.